Jumat, 24 Agustus 2012

PNEUMOTHORAK

MAKALAH LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAK
Created by : Mas Irul


BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG.

      Pneumotorak adalah keadaan terdapat udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru eluasa mengembang terhadap rongga udara pneumotoraks dapat terjadi secara spontan maupun traumatic. Pneumotoraks spontan dibagi menjadi primer dan sekunder, pneumotorak traumatic dibagi menjadi iatrogenic dan bukan itrogenik. (Barmawy. H)

      Insidens pneumotoraks sedikit diketahui, karena episodenya banyak yang tidak diketahui. Pria lebih banyak dari pada wanita dengan perbandingan 5:1. pneumotorak spontan primer (PSP) sering juga dijumpai pada individu sehat, tanpa riwayat penyakit paru sbelumnya. PSP banyak dijumpai pada pria dengan usia antara 2 dan 4. salah satu penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang dari 45 tahun. Seaton dkk melaporkan bahwa pasien tuberculosis aktif mengalami komplikasi pneumotorak sekitar 2,4% dan jika ada kavitas paru komplikasi pneumotoraks meningkat lebih dari 90%. (Barmawy. H)

      Di Olmsted country, Minnesota, amerika, meiton et al melakukan penelitian selama 25 tahun pada pasien yang terdiagnosis sebagai pneumotoraks, didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenic da sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien tersebut 77 pasien PSP dan 64 pasien PSS. Pada pasien pneumotorak spontan didapatkan angka incident sebagai berikut: PSP terjadi pada 7,4 per 100.000 pertahun untuk peria dan 2,0 per 100.000 tahun untuk wanita. (Barmawy. H)

      Sesuai perkembangan dibidang pulmunologi telah sering dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (video-assisted thoracostomi), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien yang mengalami pneumotoraks relaps dan lama rawat inap di RS yang lebih sigkat.


B. TUJUAN.
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah penulis mempu mengungkapkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan pneumotoraks secara komprehensif dan memperoleh pengalaman secara nyata tentang pneumotoraks.

2. Tujuan Khusus.
Setelah dilakukan askep ini penulis mampu:
a.    Melakukan pengkajian klien dengan pneumotoraks.
b.    Mengidentifikasi data klien.
c.    Menganalisa data yang diperoleh dari pengkajian.
d.    Merumuskan diagnosa keperawatan.
e.    Menentukan prioritas masalah keperawatan.
f.     Menyusun rencana keperawatan.
g.    Melaksanakan tindakan keperawatan, berdasarkan rencana yang telah disusun dalam intervensi 
       keperawatan.
h.     Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan berdasarkan criteria standard.


BAB II
TINJAUAN KEPERAWATAN

 
A. PENGERTIAN
Pneumotorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pneumotoraks adalah menggambarkan individu yang mengalami atau beresiko tinggi untuk mengalami akumulasi udara pada pleura yang berhubungan dengan cedera. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada.

Pneumotoraks dapat diklarifikasikan sesuai dengan penyebabnya:
1. Traumatic.
2. Spontan : Spontan primer, spontan sekunder.
3. Terapeutik : Bukan iatrogenic, iatrogenic.

Pneumotoraks juga dapat diklarifikasikan sesuai dengan urutan peristiwa yang merupakan kelanjutan adanya robekan pleura:
1. Terbuka
2. Tertutup
3. Tekanan

B. ETIOLOGI.
Berdasarkan Penyebabnya.
1. Pneumotoraks Spontan
a. Pneumotoraks Spontan Primer.
Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya umumnya pada individu sehat dewasa muda, tidak berhubungan. Dengan aktifitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat da sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.
b. Pneumotoraks Spontan Sekunder
Suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyebab paru yang mendasarinya (tuberculosis paru, PPOK, asma bronchial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya).

2. Pneumotoraks traumatic
Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu penetral kedalam rongga pleura karena luka tusuk atau luka tembak atau tusukan jarum atau kanul.
a. Pneumotorak Traumatic Bukan Iatrogenic.
Terjadi karena jejas kecelakaan, jejas dada terbuka atau tertutub, barotraumas.
b. Pneumotoraks traumatic bukan iatrogenic.

Terjadi Akibat Tindakan Oleh Tenaga Medis, Dibedakan Lagi:
  1. Pneumotoraks traumatic iatrogenic aksidental : Akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi indakan tersebut, missal: pada tindakan parasentetis dada, biopsy pleural dan lain-lain.
  2. Pneumotoraks traumatic iatrogenic artificial (deliberate) : Sengaja dikerjakan dengan cara mengisis udara ke dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box.



1. Komplikasi
Pneumomediastinum dan enfisoma subkutan sebagai akibat komplikasi pneumotoraks spontan. Biasanya karena pecahnya esophagus atau bronkus, sehingga kelainan tersebut harus ditegakkan (insidennya sekitar 1%), pneumotoraks simultan bilateral, insidennya sekitar 2%, pneumotoraks kronik, bila tetap ada selama waktu lebih dari tiga bulan, insidennya sekitar 5%.
2. Penatalaksanaan
Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung beratnya, jika pasien dengan pneumotoraks ukurannya kecil dan stabil, biasanya hanya diobservasi dalam beberapa hari (minggu) dengan foto dada serial tanpa harus dirawat inap di RS, prinsipnya diupayakan dengan pemasangan WSD.
Pasien pneumotoraks dengan klinis tidak sesak dan luas pneumotoraks <15% cukup dilakukan observasi, bila didapatkan penyebab paru perlu dipasang WSD. Apabila ada batuk dan nyeri dada, diobati secra simtomatis, evaluasi foto dada setiap 12-24 jam selama 2 hari. Pneumotoraks ukuran kecil umumnya, secara spontan akan diresorbsi meskipun kemungkinan terjadinya progresifitas pneumotoraknya tetap diperhatikan. Pasien dengan mas pneumotoraks kecil unilateral dan stabil, tanpa gejala diperbolehkan jalan dalam 2-3 hari pasien harus control lagi.
Pasien dengan tanda-tanda pneumotoraks berat yang nyata atau pneumotoraks ukuran besar, pemasangan pipa dada harus dkerjakan dan dilakukan pula penyedotan hingga paru-paru berkembang. Alat-alat infuse dan pipa emergensi pneumutoraks juga harus tersedia untuk menghindari kegagalan.
Luas pneumotoraks >20% biasanya dibutuhkan waktu >10 hari untuk berkembangnya paru kembali. Pasien dengan tanda-tanda pneumotoraks berat yang nyata atau pneumotoraks ukuran besar, pemasangan pipa dada (tube tracheostomy) harus dikerjakan  dan dilakukan pula penyedotan higga paru-paru berkembang pasien dengan pneumotoraks spontan primer sekitar 50% akan mengalami kekambuhan hampir 100%. Pada  hampir semua pasien PSS akhirnya diterapi dengan torakostomi disertai pemberian obat sklerosing.

D. PENGKAJIAN
1. Aktivitas Atau Istirahat
Gejala  : Dispnea dengan aktifitas atau istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda  :
a.         Takikardi
b.         Frekuensi tidak teratur atau disritmia.
c.         S3 atau S4 atau irama gantung gallop.
d.        Nadi apical berpindah.
e.         Tanda homman.
f.          Tekanan darah hipertensi atau hipotensi
g.         DVJ (Denyut Ventrikel Jantung).
3. Integritas Ego
Tanda  : Ketakutan atau gelisah.
4. Makanan atau Cairan.
Tanda  : Ada pemasangan infuse.
5. Nyeri Atau Kenyamanan
Gejala  : (tergantung pada ukuran atau area yang terlibat):
Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernafasan, batuk. Timbul tiba-tiba. Gangguan sementara atau regangan (pneumotoraks spontan) tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh nafas dalam, kemungkinan menyebar keleher, bahu, abdomen (ekfusi pleura).
Tanda  :
a.         Berhati-hati pada area yang sakit.
b.         Perilaku dismaksi.
c.         Mengerutkan wajah.
6. Pernafasan
Gejala  :
a.         Kesulitan bernafas.
b.         Batuk (mungkin).
c.         Riwayat bedag dada atau trauma, penyakit paru kronis. Inflamasi atau infeksi paru interitislal menyebar, keganasan.
d.   Pneumotoraks spontan sebelumnya, rupture emfisema bula spontan, bleb sub pleural (PPOM).
Tanda  :
peningkatan fekuensi pernafasan, peningkatan kerja nafas, penggunaan otot aksesori, pernafasan pada dada, leher, retraksi interkostae, ekspirasi abdominal kuat, bunyi nafas menurun atau tidak ada, fremitus menurun, perkusi dada hiperesonan, dilatasi area terisi udara, bunyipekat pada area yang terisi cairan (hematorak), observasi dan palpasi dada : gerakan dada. Tidak sama bila trauma atau kempes, penurunan pengembangan toraks (area yang sakit).
Kulit: pucat, stenosis, berkeringat, krebitasi sub kutan (udara pada jaringan dengan palpasi).
Mental: asietas, gelisah, bingung, pingsan.
Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif atau terapi PEEP.
Diagnosa Penunjang.
BGA
Suhu                : 36,1 C
PH                   : 7,315
PCO2              : 34,2 mmHg
PO2                 : 99,6 mmHg
HCO3-                        : 17,6 mmCl/l
O2Sat              : 97,1 %
Base Exece      : -7,9 mmCl/l
Darah lengkap:
Leukosit          : 24.800/ml
 Hb                   : 17,7 gr/dl
PCV                : 33,7 %
trombosit        : 297.000/ ml

 7. Keamanan
gejala   :
a.         Adanya trauma dada.
b.         Radiasi atau kemoterapi untuk keganasan.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Pola Pernafsan Tidak Efektif Berhubungan Dengan Penurunan Ekspansi Paru.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispnea, takipnea, perubahan kedalaman atau kesamaan pernafasan, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA tidak normal.
b.      Resiko Tinggi Terhadap Trauma Atau Penghentian Nafas
Factor Resiko Meliputi :
1.      Penyakit saat ini atau proses cidera.
2.      Tergantung pada alat dari luar (system drainase dada).
3.      Kurang pendidikan keamanan atau pencegahan.
c.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh mengekpresikan masalah, meminta informasi, berulangnya masalah.


F. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa : Pola Pernafasan Tidak Efektif.
Tindakan Atau Intervensi
Rasional
Mandiri.
  1. Mengidentifikasi etiologi / factor pencetus
  2. Evaluasi fungsi pernafasan.
  3. Awasi kesesuaian pola pernafasan bila menggunakan ventilasi mekanik.
  4. Auskultasi bunyi nafas.
  5. Catat perkembangan dada dan posisi trakea.
  6. Kaji fremitus.
  7. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, nafas dalam.
  8. Pertahankan posisi nyaman.
  9. Pertahankan perilaku tenang.
  10. Bila selang dada dipasang: periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
  11. Periksa batas cairan pada botol penghisap.
  12. Observasi gelembung udara botol penampung.
  13. Evaluasi ketidaknormalan gelembung botol penampung.
  14. Tentukan lokasi kebocoran udara dengan mengklem kateter torak pada hanya bagian distal sampai keluar dari dada.
  15. Berikan kasa minyak disekitar sisi pemasangan sesuai indikasi.
  16. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila bocor berlanjut.
  17. Tutup rapat sambungan selang drainase dengan aman menggunakan plaster.
  18. Awasi pasang surutnya air penampung.
  19. Posisikan system drainase selang untuk fungsi optimal.
  20. Catat karakter drainase selang dada.
  21. Evaluasi kebutuhan untuk memijat selang.
  22. Pijat selang hati-hati sesuai protocol.
  23. Bila kateter torak terputus observasi tanda distress pernafasan.
  24. Setelah kateter torak dilepas tutup sisi lubang masuk dengan kasa setiril.
Kolaborasi.
  1. Kaji seri foto torak.
  2. Awasi gambaran seri gda dan nada oksimetri.
  3. Berikan oksigen tambahan melalui kanula sesuai indikasi.
Mandiri.
  1. Pemahaman penyebab kolap perlu pemasangan selang dada.
  2. Distress pernafasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi.
  3. Kesulitan bernafas dengan ventilator dan peningkatan tekanan jalan nafas diduga memperburuknya komplikasi.
  4. Bunyi nafas menurun atau tidak ada pada lobus, segmen paru atau sluruh area paru.
  5. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru.
  6. Suara dan taktil premitus menurun pada jaringan yang terisi cairan.
  7. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif.
  8. Meningkatkan inspirasi maksimal.
  9. Membantu pasien mengalami efek fisiologi hipoksia.
  10. Mempertahankan tekanan negative intrapleural sesuai yang diberikan.
  11. Air botol penampung bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara masuk ke area pleural.
  12. Gelembung udara selama ekspirasi menunjukan lubang angina dari pneumotorak.
  13. Dengan bekerjanya penghisapan, menunjukan kebocoran udara menetap yang mungkin berasal dari pneumotorak besar pada pemasangan selang dada.
  14. Bila gelembung berhenti pada saat diklem kebocoran terjadi pada pasien.
  15. Biasanya memperbaiki kebocoran pada sisi insersi.
  16. Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat system.
  17. Mencegah kebocoran pada sambungan.
  18. Botol penampung bertindak sebagai manometer intrapleural.
  19. Posisi tak tepat, penggumpalan bekuan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
  20. Berguna dalam mengevaluasi perbaikan kondisi komplikasi yang memerlukan upaya intervensi.
  21. Meskipun tidak seperti drainase serosa akan menghambat selang.
  22. Pemijatan biasanya tidak nyaman pada pasien karena perubahan tekanan intratorakal.
  23. Pneumotorak dapat terulang dan memerlukan intervensi cepat untuk mencegah pulmonal fatal dan gangguan sirkulasi.
  24. Deteksi dini terjadi komplikasi penting
 Kolaborasi.
  1. Mengawasi kemajuan perbaikan hemotorak dan ekspansi paru.
  2. Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi.
  3. Alat dalam menurunkan kerja nafas. Meningkatkan penghilangan distress.

2. Diagnosa : Trauma/Penghentian Napas, Risiko Tinggi Terhadap.
Tindakan Atau Intervensi
Rasional
Mandiri.
  1. Kaji dengan pasien tujuan unit drainase dada, catat gambaran keamanan.
  2. Pasangkan kateter torak ke dinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi pasien.
  3. Amankan sisi sambungan selang.
  4. Beri bantalan pada sisi dengan kasa.
  5. Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien.
  6. Berikan transportasi aman bila pasien dikirim keluar yunit untuk tujuan diagnostic.
  7. Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit.
  8. Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring menarik selang.
  9. Identifikasi perubahan yang harus dilaporkan pada perawat.
  10. Observasi tanda distress pernafasan bila kateter torak lepas.

Mandiri.
  1. Informasi tentang bagaimana system bekerja memberikan keyakinan, menurunkan ansietas pasien.
  2. Mencegah terlepasnya kateter dada.
  3. Mencegah terlepasnya selang.
  4. Melindungi kulit dari iritasi.
  5. Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunan resiko kecelakaan jatuh pecah.
  6. Meningkatkan kontinuitas evakuasi optimal cairan selama pemindahan.
  7. Memberikan pengenalan diri dan mengobati adanya erosi kulit.
  8. Menurunkan resiko opstruksi drainase selang.
  9. Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.
  10. Pneumotorak dapat terulang, karena mempegaruhi fungsi pernafasan dan memerlukan intervensi darurat.

3. Diagnosa : Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Kondisi, Aturan Pengobatan.
Tindakan Atau Intervensi
Rasional.
Mandiri.
  1. Kaji patologi masalah individu.
  2. Identifikasi kemungkinan kambuh jangka panjang.
  3. Kaji ulang tanda yang memerlukan evaluasi medik cepat.
  4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik.
Mandiri.
  1. Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan.
  2. Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
  3. Berulangnya pneumotorak memerlukan intrervensi medik untuk potensial komplikasi.
  4. Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

Bersambung ke BAB III......................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar