Rabu, 29 Agustus 2012

SPONDILITIS TBC ( TUBERCULLOSA )

MAKALAH
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN SPONDILITIS TUBERCULOSA
created by : Mas Irul



1.     DEFINISI
  • Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman )
     
2.     INSIDEN PENYAKIT
  • 4000 kasus involvment paru setiap tahun di Amerika Serikat;
  • Paling umum lokasi paru ekstra TB tulang belakang
  • Tulang belakang adalah situs luar paru di lebih dari 50% dari kasus tulang dan keterlibatan bersama
  • Sekitar 2/3 dari pasien akan memiliki dada yang tidak normal x-ray;
  • Kyphosis parah, pembentukan sinus, & (s Pott) paraplegia semua gejala sisa akhir;
3.     ETIOLOGI
  • mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra 
  • Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.
     
4.     KLASIFIKASI
      Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :
  1. Penekanan oleh abses dingin
  2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
  3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
  4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak
    Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :
  1. Stadium implantasi. : Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak- anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
  2. Stadium destruksi awal : Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
  3. Stadium destruksi lanjut : Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
  4. Stadium gangguan neurologist : Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
  • Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
  • Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.
  • Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
  • gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
  • Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.
  • Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.

     5. Stadium deformitas residual
         Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus 
         bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.
     
5.     TANDA DAN GEJALA
  • Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
  • Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut, kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas.
  • Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat.
     
6.     PATOFISIOLOGI 
  • Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya.
  • Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah.
  • Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.
  • Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering pada vertebra torakalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis10 sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal 8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis 10, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Pada vertebra lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal.   
     
7.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
     
a. Radiologi
  • Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang area posterior.
  • Terdapat penyempitan diskus.
  • Gambaran abses para vertebral ( fusi form ). 


b. Laboratorium :
  • Laju endap darah meningkat
  • Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium
  • Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
  • Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
  • Pungsi lumbal, akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah
  • Tes tuberkulin. : Reaksi tuberkulin biasanya positif.
     
8.     PENATALAKSANAAN
     
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
  1. Pemberian obat antituberkulosis
  2. Dekompresi medulla spinalis
  3. Menghilangkan/menyingkirkan produk infeksi
  4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Pengobatan terdiri atas :
1. Terapi konservatif berupa:
  • Tirah baring (bed rest)
  • Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
  • Memperbaiki keadaan umum penderita
  • Pengobatan antituberkulosa
2. Terapi operatif
  • Indikasi operasi yaitu : Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
  • Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.
  • Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
     
9.     PENGKAJIAN FOKUS
     
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
  1. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
  2. Riwayat penyakit sekarang. : Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.
  3. Riwayat penyakit dahulu : Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru.
  4. Riwayat kesehatan keluarga.: Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.
  5. Riwayat psikososial : Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
  6. Pola - pola fungsi kesehatan
  • Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. : Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
  • Pola nutrisi dan metabolisme.: Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)
  • Pola eliminasi.: Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.
  • Pola aktivitas. : Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
  • Pola tidur dan istirahat. : Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
  • Pola hubungan dan peran. : Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
  • Pola persepsi dan konsep diri. : Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
  • Pola sensori dan kognitif. : Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.
  • Pola reproduksi seksual. : Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
  • Pola penaggulangan stres. : Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.
  • Pola tata nilai dan kepercayaan. : Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya

       7) Pemeriksaan fisik.
  • Inspeksi : Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
  • Palpasi. : Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
  • Perkusi.: Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
  • Auskultasi. : Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.
     
10.            DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya.Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
c. Perubahan konsep diri : Body image.
d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.
( Susan Martin Tucker )
     
11.            INTERVENSI KEPERAWATAN
     
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :
a.       Diagnosa Perawatan Satu
Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan  nyeri.
1.      Tujuan
Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
2.      Kriteria hasil
a)      Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b)      Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c)      Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
3.      Rencana tindakan
a)      Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
b)      Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c)      Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
1)      mattress
2)    Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
d)     mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
1)    Latihan   ekstensi   batang   tubuh   baik    posisi    berdiri    ( bersandar pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.
2)      Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.
3)      Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
e)      Monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.
f)       Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.
g)      Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
h)      Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.
4.      Rasional
a)       Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b)      Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c)       Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
d)      Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
e)       Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
f)       Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
g)      Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat menimbulkan efek samping.

b.      Diagnosa Keperawatan Kedua
Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi.
1)      Tujuan
a.       Rasa nyaman terpenuhi
b.      Nyeri berkurang / hilang
2)      Kriteria hasil
a.       klien melaporkan penurunan nyeri
b.      menunjukkan perilaku yang lebih relaks
c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang di [elajari dengan peningkatan keberhasilan.
3)      Rencana tindakan
a.       Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke  daerah yang baru.
b.      Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
c.       Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
d.      Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
e.       Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
4)      Rasional.
a.       Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.
b.      Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.
c.       Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
d.      Dengan ganti – ganti  posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
e.       Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.

c.       Diagnosa Keperawatan ketiga
Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
1)      Tujuan
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.
2)      Kriteria hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
3)      Rencana tindakan
a.  Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.
b.      Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.
c.  Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.
4)      Rasional
a.  meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.
b.      Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
c.      Memberikan semangat bagi klien  agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak merasa rendah diri.
  
d.      Diagnosa Keperawatan keempat
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.
1)      Tujuan
Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.
2)      Kriteria hasil
a.       Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset
b.      Mengekspresikan  pengertian tentang jadwal pengobatan
c.   Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.
3)      Rencana tindakan
a.       Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.
b.      Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.
c.       Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.
d.      Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.
e.       Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.
f.       Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.
  1. Pelaksanaan
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.
Komponen tahap Implementasi:
a.       tindakan keperawatan mandiri
b.      tindakan keperawatan kolaboratif
c.       dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.
  1. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan hasil – hasil yang di amati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.
a.       pencapaian kriteria hasil
b.      ke efektipan tahap – tahap proses keperawatan
c.       revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.
Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien  Spondilitis tuberkulosa adalah:
1.      Adanya peningkatan kegiatan sehari –hari  ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa nyaman .
2.      Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.
3.      Nyeri dapat teratasi
4.      Tidak terjadi komplikasi.
5.      Memahami cara perawatan dirumah
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar